![]() |
| Nyomot dari Google biar lebih cantik |
Kamis,
19 Juli 2018 disaat dunia ini menganggap bahwa
menjadi jomblo adalah sebuah keanehan dan berpacaran sebagai sebuah kewajaran.
Saya tidak pernah menyalahkan tentang persepsi seperti itu, namun sangat disayangkan
jika cowok normal seperti saya dianggap Gay !!!.
Saya bukanlah seseorang yang anti dengan istilah
pacaran, karena memang inilah perkembangan zaman tidak dapat dipungkiri apalagi
dihindari semua bagaikan kentut yang tidak dapat diduga kapan akan datang.
“Lu
Gay Ya ?” sial kata-kata tersebut membuat saya sebagai
seorang lelaki tulen merasa disunat habis alat (ya tahulah apa, tidak perlu
dibahas lebih dalam takutte ada anak-anak pemain aplikasi ehem yang baca),
disitulah saya menyadari derita dari seorang jomblo.
Saya sendiri dikatakan seperti itu oleh teman kerja,
bukan tanpa sebab dia mengatakan saya seperti itu karena memang dalam handphone
saya tidak ada satupun chatting dengan perempuan.
Satu-satunya perempuan yang saya chat adalah sepupu,
keponakan dan ibu saya tentunya. Bukankah itu sebuah keajaiban dikala usia saya
yang masih labil (orang menilai anak dibawah 20 tahun sebagai seseorang yang
masih labil bukan ?).
Sebenarnya saya memiliki sejarah panjang soal
percintaan, kalau mau ditulis tangan saja bisa-bisa ngalahin tuh tebal Novel
Harry Potter yang melegenda. Namun semua itu saya tutupi. Memang apa yang saya
tutupi ? kisah cinta penuh liku dikala SMA.
Playboy
adalah
sebutan yang sering kali diberikan para teman, sahabat dan pak bon sekolah
kepada saya (untuk nama terakhir, itu sebenarnya imajinasi saya saja agar
memenuhi kuota 2000 kata ) dan itu semua berakhir kala Sungokong mendapatkan
kitab suci bersama Tong san Chong.
Ah lupakan kayalan saya bersama Kera Sakti, karena
saya akan memulai lagi cerita tentang sebutan Gay yang disematkan kepada saya
karena saya adalah seorang jomblo atau kalau boleh saya membela diri lebih
tepat dipanggil Playboy yang Insyaf.
Bahkan puncak dari semuanya adalah ketika rekan
kerja saya (yang tidak ganteng dan cenderung nestapa wajahnya) memberikan saya
kenalan temannya agar saya tidak jones (Jomblo Ngenes).
“Segalanya
berubah kala sebuah batu besar jatuh dari bukit
tinggi” kalau ada pribahasa yang lebih masuk
akal saya bisa dikasih tahu karena saya pun tidak paham apa yang saya tulis
tadi diatas yang saya anggap sebagai Pribahasa pribadi.
Sudahlah, saya akan bangkit dan membuktikan kepada
dunia bahwa saya bukan Gay dan semoga Tuhan memberikan saya satu bidadarinya
didunia ini kepada saya. Ngomong-ngomong temen-temen disini ada yang punya
cerita tentang diskriminasi jones ??
Terima Kasih

Tidak ada komentar:
Posting Komentar